Kategori: Artikel
Diterbitkan
pada Kamis, 20 Maret 2014 22:27
Ditulis
oleh Islamic Center Wadi Mubarak
Pendidikan memiliki peran
yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan perkembangan peradaban
manusia, agar manusia terbebas dari kebodohan, kegelapan dan kesesatan. Allah
mengutus Rasulullah untuk mendidik manusia menjadi makhluk yang berakhlak mulia
dan terlepas dari kesesatan. Sebagaimana firman Allah: “Sebagaimana Kami telah
mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (QS.Al Baqarah:151)
Rasululah
berhasil mendidik para sahabat menjadi generasi terbaik di sepanjang sejarah,
generasi pemberani, tangguh, dermawan, cerdik, cerdas, mahir, berakhlak mulia,
disiplin dan zuhud, maka tak heran kalau Muawiyyah mengatakan: “Aku tidak
pernah melihat seorang pendidik sebelum dan sesudahnya lebih baik darinya”.
Pada zaman sesudahnya pada
masa keemasan kekhalifahan Islam, tercatat dengan tinta emas sumbangsih para
ulama cendekiawan Islam dalam ilmu pengetahuan yang menghantar peradaban dunia
ke peradaban yang semakin maju. Pada saat anak-anak kota Baghdad yang
bermandikan cahaya bermain dengan teropong bintang mereka mengeksplorasi
antariksa dan majelis-majelis ilmu digelar di masjid-masjid dan perpustakaan,
di saat yang sama London masih berupa rawa-rawa yang penduduknya percaya kepada
jimat-jimat dan para pemimpinnya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu yang
tercela dan terkutuk sedangkan New York waktu itu masih berupa hutan belantara.
Dalam kata-kata Carli
Fiorina, seorang CEO Hewlett Packard yang visioner berkata : “Adalah para
arsitek yang mendesign bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi. Adalah
para matematikawan yang menciptakan aljabar dan algoritma yang dengannya
komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Adalah para dokter yang memeriksa
tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk penyakit. Adalah para astronom
yang melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka jalan bagi
perjalanan dan eksplorasi antariksa. Adalah para sastrawan yang menciptakan
ribuan kisah; kisah-kisah perjuangan, percintaan dan keajaiban. Ketika negeri
lain takut akan gagasan-gagasan, peradaban ini berkembang pesat dengannya dan
membuat mereka penuh energi.
Ketika ilmu pengetahuan
terancam dihapus akibat penyensoran oleh peradaban sebelumnya, peradaban ini
menjaga ilmu pengetahuan tetap hidup, dan menyebarkannya kepada peradaban lain.
Tatkala peradaban barat modern saat ini sedang berbagi pengetahuan, peradaban
dunia Islam yang sedang saya bicarakan ini sudah bermula sejak tahun 800 hingga
1600, yang termasuk di dalamnya Dinasti Ottoman dan kota Baghdad, Damaskus dan
Kairo, dan penguasa agung seperti Sulaiman yang Bijak. Walaupun kita sering
kali tidak menyadari hutang budi kita kepada peradaban ini, sumbangsihnya
merupakan bagian dasar dari kebudayaan kita. Teknologi industri tidak akan
pernah hadir tanpa kontribusi para matematikawan arab.”
Itulah pengakuan seorang
modern barat terhadap sumbangsih cendekiawan islam terhadap peradaban dunia.
Dapat kita sebut beberapa saja ulama cendekia tadi, sbb:
Muhammad Ibn Musa Al-Khawārizmi: yang
juga dikenali sebagai Al-Khawārizmi (lahir di Khawarizm, Usbekistan 780 – wafat
diperkirakan pada tahun 840) seringkali disebut sebagai bapak aljabar. Istilah
aljabar (algebra dalam bahasa latin) sendiri berasal dari buku karangannya yang
terkenal Hisabul Jabar wal Muqābilah (Ilmu pengurangan dan penambahan). Istilah
algorisma dan algoritma juga berasal dari latinisasi nama Al-Khawārizmi.
Al-Khawārizmi adalah pakar dalam bidang matematika, astronomi dan geografi.
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Yahya Ibn Ismail Buzjani: Lahir di Buzhgan, Nishapur, Iran (940 – 998) adalah
seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Persia. Pada tahun 959, Abul Wafa
pindah ke Irak, dan mempelajari matematika khususnya trigonometri di sana. Dia
juga mempelajari pergerakan bulan; salah satu kawah di bulan dinamai Abul Wáfa
sesuai dengan namanya. Salah satu kontribusinya dalam trigonometri adalah mengembangkan
fungsi tangen dan mengembangkan metode untuk menghitung tabel trigonometri.
Jabir Ibnu Hayyan: Pengarang kitab “Al
Kimya” yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi “Alchemy”, kitab rujukan
ilmu kimia/chemistry. Cendekiawan masa Dinasti Ummayah abad ke-8 Masehi.
Ibnu Sina: Bangsa barat memanggilnya
Avicenna. Dunia menasbihkanya sebagai “Bapak Kedokteran Modern”, pengarang
kitab Qanun fi Thib (Canon Of Medicine) yang merupakan rujukan di bidang
kedokteran dunia selama berabad-abad.
Itulah para ulama cendekia
Islam yang berkitabkan Al Qur’an dan bertauladankan Rasulullah SAW, yang
mengeksplorasi ayat-ayat Allah dalam Al Qur’an yang kemudian menelurkan
karya-karya ilmu pengetahuan lentera peradaban dunia. Bila Carli Fiorina, sang
CEO Hewlett Packard mau meneliti lebih jauh maka akan muncul pertanyaan “Buku
apa yang mereka baca sehingga orang-orang arab tadi “keranjingan” meneliti dan
mencipta?” dan “Siapakah gerangan “Bapak Pendidikan” yang menginspirasi dan
menjadi teladan mereka?”. Maka dia akan mendapat jawaban: Al Qur’an dan
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasalam.
Dari sini kita yakini
Allah-lah “…Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al Baqarah: 4-5). “Dialah yang menurunkan
kepada hamba-Nya (Muhammad)
ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan
kepada cahaya dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang terhadapmu.” (QS.
Al Hadiid: 9).
Al Qur’an telah menjadikan
semenanjung arab yang penduduknya tak bisa baca tulis dan negerinya begitu
kering sehingga para penjajah-pun enggan meliriknya, kemudian menjadi pusat
peradaban dan menjadi guru dunia. Inilah bukti nyata keagungan Al Qur’an. Al
Qur’an meninggikan ilmu dan akhlak manusia bila manusia mau membaca, memahami
dan mengamalkanya.
“Sesungguhnya Allah, dengan kitab ini
(Al Qur’an) meninggikan derajat kaum-kaum dan menjatuhkan derajat kaum yang
lain.” (HR. Muslim)
Tapi mengapa sekarang umat
Islam – khususnya di Indonesia sebagai negeri muslim terbesar – sebagai pewaris
Al Qur’an mengalami hal sebaliknya? Di dunia pendidikan, para pelajar kita
banyak melakukan berbagai perilaku yang bertentangan dengan agama dan
moralitas. Sekolah-sekolah miskin dari menghasilkan lulusan-lulusan yang
berkualitas.
Bila kita mau merunut maka
kebelumberhasilan pendidikan Indonesia ini diawali sejak dini di tingkat
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pemerintah belum serius mengadakan PAUD yang
berkualitas. Mereka dibiarkan berkembang ala kadarnya. Cukup berpuas dengan
anak-anak yang bisa bernyanyi-nyanyi dan tepuk-tepuk tangan. Padahal,
perkembangan otak yang paling pesat terjadi pada rentang usia 0-8 tahun, baik
secara fisik maupun intelektual. Delapan puluh persen perkembangan otak terjadi
antara usia nol sampai dengan enam tahun. Selama rentang waktu tersebut, IQ
anak dapat melonjak secara drastis jika memperoleh rangsangan yang tepat dari
orangtua maupun pengasuh di day-care-kan, kita menyebutnya Taman BATITA dan
playgroup.
Selanjutnya, peran strategis
tersebut dipegang oleh guru TK dan SD kelas bawah, yakni kelas satu sampai
dengan kelas tiga (itu sebabnya, perencanaan kurikulum TK perlu dikerjakan
bersama dalam satu kesatuan dengan penyusunan kurikulum SD). Inilah masa paling
penting untuk membangun budaya belajar. Jika pada masa ini anak sudah mempunyai
budaya belajar yang tinggi, anak akan mudah mempelajari kecakapan belajar
(learning skills) pada periode berikutnya, yakni orientation stage, termasuk
membangun orientasi hidup maupun prientasi akdemiknya.
Di usia 0-8 tahun ini
jugalah usia yang paling pas untuk belajar membaca dan menghafal Al Qur’an dan
ini telah terbukti dalam sejarah pada ulama-ulama dan cendekiawan muslim yang
sudah pandai membaca dan hafal Al Qur’an sejak kecil dan kemudian mereka
menjadi guru peradaban dunia. Al Qur’an. Ya, dengan Al Qur’an lah ummat Islam
akan bangkit dari keterpurukannya dengan lahirnya generasi qurani sebagaimana
lahirnya generasi terbaik, generasi para Sahabat Rasulullah SAW yang di didik
dengan Al Qur’an. Al Qur’an adalah Pendidikan Terbaik Untuk Generasi Terbaik.
“Sesungguhnya Kami mudahkan al-Quran
itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran.” (QS. Ad Dukhaan: 58).
Dengan diturunkannya
Al-Quran lewat seorang Nabi yang Ummi
(buta huruf), maka proses penerimaan wahyu dari Malaikat Jibril pun dilakukan
dengan cara hafalan. Demikian pula proses transformasi selanjutnya dari Nabi ke
Sahabat, dan dari Sahabat satu ke Sahabat lainnya. Karena keterbatasan
perantara baca tulis kala itu, para Sahabat pun dengan penuh semangat menghafal
ayat-ayat Al-Quran yang mereka terima.Bahkan karena demikian semangatnya para
Sahabat dalam menghafal Al-Quran, lahirlah halaqah atau perkumpulan rahasia
untuk menghafal Al-Quran dan Sunnah, di Makkah disebut Halaqah Ridhwan sedangkan di Madinah disebut Halaqah Thayyibah.Dari perkumpulan ini lahirlah para Sahabat yang
dikenal sebagai Hafidz (penghafal)
Al-Quran seperti Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit,
Sayyidah Aisyah, Sayyidah Hafshah dan banyak lainnya. Tradisi ini belum
berhenti dan terus dilestarikan sampai sekarang.
Dan salah satu keistimewaan
tradisi keilmuan Islam adalah proses transformasinya dilaksanakan secara
langsung dari guru ke murid yang disebut dengan istilah Talaqqi. Tradisi ini sudah dipraktekkan oleh Rasulullah dan
diteruskan oleh Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, hingga ulama salaf dan
khalaf.Imam As-Suyuthi berargumentasi sehubungan perlunya Talaqqi atau membaca
Al-Quran dari seseorang yang dikenal bagus bacaannya yaitu bahwa Nabi Muhammad
saw mengulang atau mengapresiasikan hafalannya ke Jibril setiap tahun di bulan
Ramadhan dan dua kali di akhir hidup beliau.Para Sahabat pun menempuh metode
ini sampai di antara mereka dikenal sebagai pencetus bacaan yang tujuh atau Qira’ahSab’ahdan dari mereka banyak
orang belajar Qira’ah Sab’ah.Dan saya
tahu pasti, Talaqqi adalah cara terbaik dalam mengajarkan Al-Quran dan paling
mudah karena sang pelajar hanya perlu meniru saja da nmeniru bisa dilakukan
semua orang dari anak kecil sampai orang tua sekalipun, ketika kecil pengajaran
orang tua lewat meniru. Menghafal Al-Quran kepada seorang guru yang ahli dan
mapan dalam Al-Quran adalah sangat diperlukan agar seseorang bisa menghafal
dengan baik dan benar, sebagaimana Rasulullah saw yang menghafal Al-Quran
dengan Jibril dan mengulanginya pada bulanRamadhan sampai dua kali khatam.
Dilihat dari sisi konsep
pendidikan, mengajar Al-Quran dengan cara ini sesuai dengan konsep Active
Learning dimana siswa lebih banyak aktif atau sama-sama aktif antara guru dan
murid.Kaitannya dengan guru ngaji atau pengajar Al-Quran perlu diperhatikan
pribadi pengajar dan juga konsistensinya terhadap Islam, penampilan dan
citranya, kebaikan akhlak ketika sendiri atau ditengah masa, juga dituntut bisa
memahami perihal muridnya.
Ketika mengajar ngaji, guru
hendaknya menghindarkan bacaan-bacaan indah dan hanya mengacu kepada bacaan
yang benar dan dikenal seperti bacaan murattal. Perbaiki pergaulan dengan anak
didik agar mereka siap menghafal dan dapat dibentuk sesuai pola yang ada.
Berikut beberapa tips mengajar tahfidz
Al-Quran yang mungkin bisa dipraktikkan.
1. Pengajar tahfidz hendaknya
mengajarkan Makharijul Huruf terlebih dahulu tanpa mengajarkan hukum-hukum
tajwid.
2. Pengajar membacakan ayat
dan ditiru para santri dan mengulang-ulangnya kemudian pengajar memperbaiki
yang salah.
3. Menggunakan perangkat
seperti mp3.
4. Mendengarkan siaran-siaran
Al-Quran kalau memang ada atau pengajar memperlihatkan video-video murattal
para masayikh.
Selanjutnya, untuk
menguatkan hafalan, hendaknya sesering mungkin mengulangi hafalan yang sudah
pernah dihafal. Jangan sampai hafalan Al-Quran yang sudah pernah dihafal kita
tinggal dalam tempo yang lama, karena hal ini akan menyebabkan hilangnya
hafalan tersebut. Menghafal itu mudah dan siapa saja bisa, yang susah adalah
menjaga hafalan dan mengulanginya secara kontinyu.
Diriwayatkan bahwa Imam
Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits yanghafalannya sangat terkenal dengan
kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku dan
diulanginyaberkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan dalam rumah
itu ada nenek tua. Karena seringnya diamengulang-ulang hafalannya, sampai nenek
tersebut bosan mendengarnya, kemudian nenek tersebut memanggil IbnuAbi Hatim
dan bertanya kepadanya,”Wahai anak, apa sih yang sedang engkau kerjakan?” “Saya
sedangmenghafal sebuah buku“, jawabnya. Berkata nenek tersebut, “Nggak usah
seperti itu, saya saja sudah hafal
buku tersebut hanya dengan mendengar hafalanmu“. ”Kalau begitu, saya ingin
mendengar hafalanmu,”
kata Ibnu Abi Hatim. Lalu nenek tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah
kejadian itu berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi Hatim datang kembali kepada
nenek tersebut dan meminta agar nenek tersebut mengulangi hafalan yang sudah
dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama
sekali tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak ada satupun
hafalannya yang lupa.
Semoga bermanfaat.
WallahuA’lamBisshawab.
0 komentar:
Posting Komentar